SURAT UNTUK PUISI

SURAT UNTUK PUISI
ERIN

Dear, puisimu berdilema. Sangat di sayangkan jika membuang rasa dengan noda fitnah di antaranya. Bukankah seni itu keindahan? Cobalah melihat dah rasakan jiwa puisi itu mengalir dalam darah, kau akan menikmati indahnya biji kata dengan senyuman.

Dear, aku adalah helaian kejujuran, "kata mulut sajak."

Camkanlah dalam hatimu kalimat yang lahir dari segala rasa dengar jujur. Sebab puisi akan terisak dan menyakitkan. Dear, aku tidak akan membalaskannya, sebab bisa saja kalimatmu serupa khilaf, atau cara untuk membuang duri yang menyesakkan hatimu. Entahlah! Hanya linangan air mata mengalir, saat sajak terlepas dengan fitnah pada biji kata katamu.

Dear, sudah terucap dahulu, aku adalah serpihan pahit antara masa dan gerimis. Tetapinya kau lenakan hingga puisi lupa arah jalan pulang. Di mana hanya ada patahan hujan di antaranya. Kini saat kelopak merekah lalu kau tumbangkan dengan kalimat bengis, dear, "Ada apa?" Ucapku pada batang batang kering yang tumbang di muka pintu.

Dear, sudahlah aku pulang dengan aneka rasa yang menjajah bola mataku. Selamat menikmati ruang benak puisimu di ujung tangisku.

Jakarta, 17 Oktober 2017.
Advertisement