PUISI " DEAR OKTOBER" ENDANG ERIS APRILIANI
DEAR OKTOBER
ERIN
Gugusan di jantungmu sudah gemeretak, kemarau ini menumbangkan banyak wilayah, sedang darah darah tangisan jelata di ujung malam masih hinggap, tidakkan buah pemikiranmu meretaskan biji sajak? Sebab di hulu aku bersama serdadu tanpa nama menumbalkan sajian layaknya penguasa. Bertikai dengan rontokan lukaluka.
Kemudian dari atas kemegahan bersuara, nyaris tak kudengar. Sebab suaranya hanya sampai di muka pintu. Tidakkan tersadari oleh jiwa kalian ratapan ratapan asing di ujung sembilu? peluhnya membangkitkan rasa untuk membentuk sebuah lembaran di atas mata pena yang hanya bisa bersuara dalam kebisuan.
Duhai jiwa jiwa parlente yang berada di ruangan dingin bertingkat tingkat, kami yang berasal dari kumpulan asin, inginkan kalian memahami sejenak kubu berdilema. Semisal pundak, bahu ataupun nyawaku mampu memberikan cahaya, maka kuserahkan seluruh jiwa ragaku untuk sekedar membuat lembar di atas pasir. Pahamilah sejenak! Kumohon.
Jejak kami pailit di ujung keresahan, cobalah sedikit memberikan napas pada kehidupan kami.
BERTIKAI DENGAN WAKTU
ERIN
Pribumi terlunta di sudut api, tanpa memahami jalur yang sudah tak bernama.
Jkt, 17-10-2017.
ERIN
Gugusan di jantungmu sudah gemeretak, kemarau ini menumbangkan banyak wilayah, sedang darah darah tangisan jelata di ujung malam masih hinggap, tidakkan buah pemikiranmu meretaskan biji sajak? Sebab di hulu aku bersama serdadu tanpa nama menumbalkan sajian layaknya penguasa. Bertikai dengan rontokan lukaluka.
Kemudian dari atas kemegahan bersuara, nyaris tak kudengar. Sebab suaranya hanya sampai di muka pintu. Tidakkan tersadari oleh jiwa kalian ratapan ratapan asing di ujung sembilu? peluhnya membangkitkan rasa untuk membentuk sebuah lembaran di atas mata pena yang hanya bisa bersuara dalam kebisuan.
Duhai jiwa jiwa parlente yang berada di ruangan dingin bertingkat tingkat, kami yang berasal dari kumpulan asin, inginkan kalian memahami sejenak kubu berdilema. Semisal pundak, bahu ataupun nyawaku mampu memberikan cahaya, maka kuserahkan seluruh jiwa ragaku untuk sekedar membuat lembar di atas pasir. Pahamilah sejenak! Kumohon.
Jejak kami pailit di ujung keresahan, cobalah sedikit memberikan napas pada kehidupan kami.
BERTIKAI DENGAN WAKTU
ERIN
Pribumi terlunta di sudut api, tanpa memahami jalur yang sudah tak bernama.
Jkt, 17-10-2017.
Advertisement