Puisi Di Mana Dirimu Yang Dulu

Setelah pertengkaran kita semalam,
rasanya aku masih belum paham
Pria macam apa yang dulu bisa begitu kucintai.
Aku tidak pernah melihat kamu yang
seperti ini. Kamu yang tak peduli,
kamu yang mengucapkan janji setengah hati, kamu yang selalu marah
setiap kali kutanya siapa wanita-wanita itu, kamu yang tak pernah mau
jelaskan dan menjawab pertanyaanku, dan kamu yang
kali ini tidak lagi kukenali.

Aku tidak tahu siapa pria yang kali ini membalas pesan singkatku, pria
yang begitu mudah berkata putus, kemudian mengeluarkan makian dalam
bahasa Jawa, lalu menonaktifkan ponsel tanpa memberikan penjelasan
apapun.

Kamu tahu, Sayang, aku sudah sesabar apa.
Aku rela tidak menuntutmu ini itu, karena pekerjaanmu yang segunung
dan tak bisa sering-sering memberi kabar untukku.
Aku tidak memintamu selalu menghubungiku sepanjang waktu, berusaha tak
memarahimu ketika kamu lelah dengan pekerjaanku dan melarikan semua
amarahmu dengan cara menyakitiku.

Aku setia jadi tempat curahan hatimu, tempat kamu membentak seluruh
isi dunia, tempat kamu membenci hari-hari.
Aku berusaha sekuat mungkin jadi dinding kokoh yang kauludahi,
kaucoret-coret, kaukotori tanpa
aku memakimu balik.

Apakah kau tak melihat kesabaran hati seorang perempuan dari semua
sikapku yang selalu menahan diri untuk tak menangis di depanmu?

Kamu tak lihat air mataku, tak lihat juga seberapa parah lukaku selama
ini. Aku tak pernah berusaha berteriak seperti kamu selalu
meneriakiku, tak ingin memaki dengan bahasa Jawa kasar, tak mau
melukaimu seperti kamu selalu melukaiku.

Sebutkan padaku, Sayang, perempuan
mana yang rela berdarah-darah untukmu selain ibumu dan aku? Perempuan
mana yang ada bersamamu bahkan dalam sakit
dan lemahmu jika bukan ibumu dan aku?
Apakah perempuan lain yang selalu
kau datangi dan kaucumbu itu bisa
bertahan denganmu bahkan dalam keadaan terburukmu?

Apakah perempuan lain yang
selalu membuatku harus bersabar lebih banyak lagi ada perempuan yang
pantas kau datangi?

Sayang, sadarlah, suatu saat nanti
perempuan jalang yang kaucumbu
meskipun hanya lewat kata itu akan pergi, mengisap habis seluruh
kekuatan dan dayamu, pada akhirnya kamu akan terseok-seok berjalan ke
arahku.

Namun, masa itu belum datang, Sayang. Saat ini, kamu hanya melihatku
sebagai perempuan
ingusan yang bahkan belum lulus kuliah.
Perempuan egois, labil, cabe, emosi tak tahu diri yang hanya ingin
dikabari sepanjang hari. Sayang, kamu melihatku hanya dari sisi yang
paling kaubenci.
Kaubelum paham bahwa perempuan yang takut kehilangan kamu adalah
perempuan yang sangat mencintai kamu.

Masa itu akan datang, Sayang, saat aku tak lagi memedulikanku dan kamu
bersungut-sungut memintaku pulang.

Kali ini, biarkan hatiku teriris sendiri.
Biarkan aku yang terluka parah biarkan aku yang menangis diam-diam
sekarang. Tapi, lihatlah nanti, Sayang. Suatu saat nanti, air mataku
berubah jadi senyum tak
berkesudahan. Aku sebenarnya tahu apa yang harus kulakukan, pergi
meninggalkanmu, melupakanmu, dan
menganggap semua tak pernah terjadi.
Namun, sekarang aku masih sabar untuk menghadapimu, aku masih ingin
memberimu kesempatan untuk yang ke beribu kali. Jika kesabaranku ini
masih ingin kamu sia-siakan, mungkin jalan terbaik memang harus pergi.
Karena kamu bukan lagi pria yang kukenal seperti dulu lagi, bukan pria
manis yang kucintai karena ketulusan dan keramahannya.

Kini, kamu adalah pria kasar yang tak segan-segan mengeluarkan kata
makian, hujatan, dan kata-kata lain yang menusukkan jarum-jarum kecil
di hatiku. Kamu berubah jadi pria lain, pria egois yang selalu ingin
dimengerti kesibukkannya, dan
membiarkan aku menunggu sabar tanpa melawan ataupun membuka suara. Aku
tak tahu mengapa perjuanganku hanya kauanggap angin lalu. Apa matamu
tak terbuka untuk menyadari siapa perempuan
yang selama ini jatuh bangun hanya untuk mencintaimu?

Biarlah waktu yang membuatmu sadar, Sayang. Biarkan aku yang hanya
kauanggap angin lalu ini pergi pelan-pelan dari hidupmu. Beri aku
kesempatan untuk menghirup udara bebas dan tak lagi menangisi sikap
cuekmu selama ini.

Permintaanku tak banyak, aku hanya ingin kamu yang dulu kembali lagi
ke masa kini. Entahlah.... rasanya aku sangat ingin kamu yang dulu.
Kamu yang lugu, polos, dan selalu takut kehilangan kamu. Aku rindu
kamu yang dulu.

untuk yang selalu menganggapku adik
yang selalu percaya, cinta yang kurasa;hanya bualan belaka.
Advertisement