PUISI RENUNGAN KISAH SEMUT DAN BATU
Bisnis Investasi
Selasa, Januari 15, 2013
ABUNAWAS,
Puisi Alam,
Puisi Gombal,
Puisi Kesedihan,
Puisi Patah Hati,
Puisi Renungan,
Puisi Sosial
Edit
PUISI RENUNGAN KISAH SEMUT DAN BATU - Masih setia membaca puisina kumpulan puisi dari kita untuk kita , kali ini puisina menerbitkan 2 puisi sekaligus , puisi yang mengkisahkan antara batu san semut. Puisi ini tak kalah indahnya dengan puisi lainya seperti puisi :
betapa jauh dan melelahkan perjalanan
tapi dengan dada yang menyala dan senantiasa
menyimpan bahasa-Nya
berangkat juga hewan ini ke kandang
menghitung-hitung perbukitan yang didaki
rasanya baru kemarin kita dilahirkan
seperti semut yang mendaki perbukitan
berangkat juga aku kesana
membawa rerumputan
menghadap lurus arah matahari
lalu bebatuan itu merintih. sejak kemarin matahari
memukul-mukulkan wajahnya di bebatuan. di sungai
yang mengalirkan darahnya
kubaca keperihan dunia: aku tahu di mana
lagi kusimpan kesumat ini?
begitu jauh aku terdampar, di pulau yang tak lagi mengenalku
bahkan aku makin asing pada pesta kematianku yang bakal tiba
ingin kumasuk lebih dalam untuk mengaduk-aduk udara
yang beku! Tuhan, dunia-Mu yang semarak ini kenapa
aku seperti tak mencium aroma manusia?
lalu bebatuan itu merintih. matahari memandang
gersang di ujung jalan yang akan memisahkan dunia ini
dengan lain dunia. aku tak lagi paham dengan suara
merdu dan merintihmu. ketika ranjangku bertengkar
dengan maut di malam sunyi itu
inilah perjalanan panjang bagi bebatuan. setelah hari-hari
ditikam sejuta pisau waktu. tak ada lagi sesal dan harapan
udara telah mambawa senyum dan tangis pelayat
ke dalam doa yang beterbangan
lalu bebatuan itu meritih. tak ada lagi senyum
yang dinyanyikan sungai, kecuali taman
manjelma tiba-tiba
Puisi Tambahan Untuk Renungan
Aku membaca bahasa sunyi
Dari waktu ke waktu kuhikmati bara dan abu
Pada setiap sujud kusebut ketiadaan
melengkapkan arti gerimis yang gugur
di tamam-taman atas nama kedamaian
Aku membaca bahasa sunyi
sehabis bara menggenapkan tubuhku
menjadi arang. Di dasar tungku kehidupan-Mu
aku lebur dalam zikir panjang
mengaji rahasia tangan-Mu
Selengkapnya Baca di sini PUISI MEMBACA BAHASA SUNYI
- PUISI BERSERAKAN
- PUISI MEMBACA BAHASA SUNYI
- Puisi Cinta Untuk Negeriku Indonesia
- Puisi iPhone 5 Punya Saya
- 3 Puisi Cinta Rindu Sedih
SEPERTI SEMUT
seperti semut yang mendaki perbukitan betapa jauh dan melelahkan perjalanan
tapi dengan dada yang menyala dan senantiasa
menyimpan bahasa-Nya
berangkat juga hewan ini ke kandang
menghitung-hitung perbukitan yang didaki
rasanya baru kemarin kita dilahirkan
seperti semut yang mendaki perbukitan
berangkat juga aku kesana
membawa rerumputan
menghadap lurus arah matahari
lalu bebatuan itu merintih. sejak kemarin matahari
memukul-mukulkan wajahnya di bebatuan. di sungai
yang mengalirkan darahnya
kubaca keperihan dunia: aku tahu di mana
lagi kusimpan kesumat ini?
begitu jauh aku terdampar, di pulau yang tak lagi mengenalku
bahkan aku makin asing pada pesta kematianku yang bakal tiba
ingin kumasuk lebih dalam untuk mengaduk-aduk udara
yang beku! Tuhan, dunia-Mu yang semarak ini kenapa
aku seperti tak mencium aroma manusia?
lalu bebatuan itu merintih. matahari memandang
gersang di ujung jalan yang akan memisahkan dunia ini
dengan lain dunia. aku tak lagi paham dengan suara
merdu dan merintihmu. ketika ranjangku bertengkar
dengan maut di malam sunyi itu
inilah perjalanan panjang bagi bebatuan. setelah hari-hari
ditikam sejuta pisau waktu. tak ada lagi sesal dan harapan
udara telah mambawa senyum dan tangis pelayat
ke dalam doa yang beterbangan
lalu bebatuan itu meritih. tak ada lagi senyum
yang dinyanyikan sungai, kecuali taman
manjelma tiba-tiba
Puisi Tambahan Untuk Renungan
Aku membaca bahasa sunyi
Dari waktu ke waktu kuhikmati bara dan abu
Pada setiap sujud kusebut ketiadaan
melengkapkan arti gerimis yang gugur
di tamam-taman atas nama kedamaian
Seperti kayu aku ikhlas dibakar
dari waktu ke waktu. Tubuhku hitam
menjadi arang. Lebur dalam bara dan abu
didasar tungku kehidupan-Mu
Aku membaca bahasa sunyi
sehabis bara menggenapkan tubuhku
menjadi arang. Di dasar tungku kehidupan-Mu
aku lebur dalam zikir panjang
mengaji rahasia tangan-Mu
Selengkapnya Baca di sini PUISI MEMBACA BAHASA SUNYI
Advertisement