Hidup hanya punya dua tiga hari cinta
Hari baru senja, telah mersik jari-jari berambut pada tangan hitam
Dan dibawah bulan-kuda merah-pucat kedengaran keluhan,
Kaena segala di sini dusta – juga lilin-lilin yang kedip-kedip makin lama makin suram
Dan patung-patung suci, yang pucat, termangu kering dan tiada nafsu.
Juga dusta di sini setangkai kembsng cantik, yang mengenjang segala dengan kewangian,
Bulan, yang lesu mengira menyalakan mimpi,
Jari-jari berambut, berpeluh karena tiada di gerak-gerakkan pada tangan hitam
Dan di atas segalanya berdusta di sini bulan yang mengeluh dan menangis.
Maka matilah karena lesu bulan, yang begitu lama dan iseng mengintip dan meratap
Beragam ngeri: maka menyala api dalam tangan dan jari-jari kurus berambut- yang lebih dusta dari yang lain-
Sekarang menjangkau yang lembut sepanjang dinding kelam makin tinggi
Menjangkau dan merayap pita-pita dari regin dan meraba-raba dan
Mencari sampai ketekanan-tekanan
Lalu memainkan lagu mual, sebuah senandung, yang akhirnya karam dalam sedih-sendu
By: KAREL HLAVACEK
Malam acacia
Hidup hanya punya dua tiga hari bercinta: lalu pohon gigih ini digantuni berates lebah dan bunga
Waktu malam bulan juni: jika acacia kembang dan layu
Sungai berdandan tasbih lampu-lampu dan mewangi karena perempuan-perempuan mandi
Jalan-jalan raya tiba-tiba melebar dan berikaluan sebagai salan-salon kecantikan
Titian bergantungan dan manic-manik cahaya melingkup air,
Dimana aku berlalu: taman gaib berantuk dengan pelancung;
Orang-orang pergi ketempat berjanji dengan kebun-kebun dan jalan-jalan, lapamgan-lapangan luas dan buleverda
Karena mabuk kepayang lupa aku pada lorong-lorong tua Nove Mesto
Yang dinding-dindingnya kelabu dan perkasa sekarang punya kedaulatan sebuah mahligai.
Wahai malam acacia, malam gunung dan kelembutan yang menggoda, jangan pergi,
Biarlah aku selamanya hauskan cinta dan kota Praha;
Wahai jika berakhir malam bulan juni, singkat seperti cinta dan kenikmatan tubuh.
Wahai malam acacia, jangan berlalu, sebelum kutiti semua jembatan Praha;
Tiada mencari siapapun, tidak kawan, tidak perempuan, tidak diriku sendiri;
Wahai malam yang punya jejak bakal tempuhan musim panas,
Tiada kunjung pada kerinduanku bernafas dalam rambutmu;
Permata-permatamu telah merasuki dagu, kuselami air sebagai seorang pemukat terkutuk:
Wahai dapat jugalah aku mengucapkan ,,sampai-lain-kali”
Wahai malam bulan juni,
Jika tiada sempat kita lagi berjumpa,
Hiruplah aku dalam pelukanmu, kekasihku yang malang.
By: VITEZLAV NEZVAL
Dan dibawah bulan-kuda merah-pucat kedengaran keluhan,
Kaena segala di sini dusta – juga lilin-lilin yang kedip-kedip makin lama makin suram
Dan patung-patung suci, yang pucat, termangu kering dan tiada nafsu.
Juga dusta di sini setangkai kembsng cantik, yang mengenjang segala dengan kewangian,
Bulan, yang lesu mengira menyalakan mimpi,
Jari-jari berambut, berpeluh karena tiada di gerak-gerakkan pada tangan hitam
Dan di atas segalanya berdusta di sini bulan yang mengeluh dan menangis.
Maka matilah karena lesu bulan, yang begitu lama dan iseng mengintip dan meratap
Beragam ngeri: maka menyala api dalam tangan dan jari-jari kurus berambut- yang lebih dusta dari yang lain-
Sekarang menjangkau yang lembut sepanjang dinding kelam makin tinggi
Menjangkau dan merayap pita-pita dari regin dan meraba-raba dan
Mencari sampai ketekanan-tekanan
Lalu memainkan lagu mual, sebuah senandung, yang akhirnya karam dalam sedih-sendu
By: KAREL HLAVACEK
Malam acacia
Hidup hanya punya dua tiga hari bercinta: lalu pohon gigih ini digantuni berates lebah dan bunga
Waktu malam bulan juni: jika acacia kembang dan layu
Sungai berdandan tasbih lampu-lampu dan mewangi karena perempuan-perempuan mandi
Jalan-jalan raya tiba-tiba melebar dan berikaluan sebagai salan-salon kecantikan
Titian bergantungan dan manic-manik cahaya melingkup air,
Dimana aku berlalu: taman gaib berantuk dengan pelancung;
Orang-orang pergi ketempat berjanji dengan kebun-kebun dan jalan-jalan, lapamgan-lapangan luas dan buleverda
Karena mabuk kepayang lupa aku pada lorong-lorong tua Nove Mesto
Yang dinding-dindingnya kelabu dan perkasa sekarang punya kedaulatan sebuah mahligai.
Wahai malam acacia, malam gunung dan kelembutan yang menggoda, jangan pergi,
Biarlah aku selamanya hauskan cinta dan kota Praha;
Wahai jika berakhir malam bulan juni, singkat seperti cinta dan kenikmatan tubuh.
Wahai malam acacia, jangan berlalu, sebelum kutiti semua jembatan Praha;
Tiada mencari siapapun, tidak kawan, tidak perempuan, tidak diriku sendiri;
Wahai malam yang punya jejak bakal tempuhan musim panas,
Tiada kunjung pada kerinduanku bernafas dalam rambutmu;
Permata-permatamu telah merasuki dagu, kuselami air sebagai seorang pemukat terkutuk:
Wahai dapat jugalah aku mengucapkan ,,sampai-lain-kali”
Wahai malam bulan juni,
Jika tiada sempat kita lagi berjumpa,
Hiruplah aku dalam pelukanmu, kekasihku yang malang.
By: VITEZLAV NEZVAL
Advertisement