SURAT-SURAT CINTA
baru saja gerimis reda, ketika iringan panjang itu melewati
jalan ini. mungkin kau tak pernah rasakan pedihnya kehilangan
cinta dan segala yang dicinta
jangan tikam aku jika lukanya tak sampai di tubuhmu.
sudah berabad-abad kutahan perihku pada waktu yang tak pernah lagi beri
canda. lantaran cinta aku selalu tersenyum setiap punggungku kau tujah.
dan darahnya akan selalu kukenang sebagai persahabatan kita.
inilah isbedy yang tak pernah menulis surat-surat dendam.
karena cinta-Nya, apa yang bernama luka hanyalah peristiwa. lalu
pada setiap lambah buku yang tertulis
hayalah cinta. hanyalah cinta!
jangan tikam aku jika darahnya tak sampai ke anyirmu.
sudah sering kudedangkan perdamaian hingga kau pulas
dengan senyum demi senyum: inilah yang kusuratkan setiap waktu.
meski aku tak mengerti
pembantaian masih saja berlangsung. Di setiap nurani. . . .
inilah isbedy! tak pernah sangar meski wajah telah berdarah
sebab senyum lelaki pertama yang terbunuh itu telah sempurna
mengecat sudut-sudut nurani. Ya inilah isbedy
yang tak henti mengirim surat-surat cinta padamu . . .
REQUIEM
baru saja gerimis reda, ketika iringan panjang itu melewati
jalan ini. mungkin kau tak pernah rasakan pedihnya kehilangan
cinta dan segala yang dicinta
namun matahari yang redup yang tetap merekam segala langkah
dan gumam. wajah-wajah yang menantang jalan itu kian
tampak pasi, menatap , masa depan yang juga legam. baru saja
gerimis manghapus segala kenangan yang dibangun
di antara keringat dan semangat hidup abadi!
jika matahari tak juga menyala, kau boleh mencatatnya
sebagai requiem. namun sejarah akan terus berulang. terus
berulang. sebagaimana tangis dan tawa yang pertama ditanamkan
ke tubuh manusia. begitulah. . .
lalu rumah akan kembali sunyi. namun percayalah, matahari akan
tetap menepati janji. terbit dari balik jendela atau pintu rumah
ini, memberikan segala kesetiaan. layaknya jarum jam yang tak pernah
mengaku kalah meski beribu kali mendaki dan tergelincir
mungikin setelah gerimis ini benar-benar reda, baru kau rasakan
hidup dan kematian akan berulang. sampai jalan-jalan sungguh-sungguh patah
baru saja gerimis reda, ketika iringan panjang itu melewati
jalan ini. mungkin kau tak pernah rasakan pedihnya kehilangan
cinta dan segala yang dicinta
jangan tikam aku jika lukanya tak sampai di tubuhmu.
sudah berabad-abad kutahan perihku pada waktu yang tak pernah lagi beri
canda. lantaran cinta aku selalu tersenyum setiap punggungku kau tujah.
dan darahnya akan selalu kukenang sebagai persahabatan kita.
inilah isbedy yang tak pernah menulis surat-surat dendam.
karena cinta-Nya, apa yang bernama luka hanyalah peristiwa. lalu
pada setiap lambah buku yang tertulis
hayalah cinta. hanyalah cinta!
jangan tikam aku jika darahnya tak sampai ke anyirmu.
sudah sering kudedangkan perdamaian hingga kau pulas
dengan senyum demi senyum: inilah yang kusuratkan setiap waktu.
meski aku tak mengerti
pembantaian masih saja berlangsung. Di setiap nurani. . . .
inilah isbedy! tak pernah sangar meski wajah telah berdarah
sebab senyum lelaki pertama yang terbunuh itu telah sempurna
mengecat sudut-sudut nurani. Ya inilah isbedy
yang tak henti mengirim surat-surat cinta padamu . . .
REQUIEM
baru saja gerimis reda, ketika iringan panjang itu melewati
jalan ini. mungkin kau tak pernah rasakan pedihnya kehilangan
cinta dan segala yang dicinta
namun matahari yang redup yang tetap merekam segala langkah
dan gumam. wajah-wajah yang menantang jalan itu kian
tampak pasi, menatap , masa depan yang juga legam. baru saja
gerimis manghapus segala kenangan yang dibangun
di antara keringat dan semangat hidup abadi!
jika matahari tak juga menyala, kau boleh mencatatnya
sebagai requiem. namun sejarah akan terus berulang. terus
berulang. sebagaimana tangis dan tawa yang pertama ditanamkan
ke tubuh manusia. begitulah. . .
lalu rumah akan kembali sunyi. namun percayalah, matahari akan
tetap menepati janji. terbit dari balik jendela atau pintu rumah
ini, memberikan segala kesetiaan. layaknya jarum jam yang tak pernah
mengaku kalah meski beribu kali mendaki dan tergelincir
mungikin setelah gerimis ini benar-benar reda, baru kau rasakan
hidup dan kematian akan berulang. sampai jalan-jalan sungguh-sungguh patah
- Puisi Tentang Matahari Dan Gelombang
- Puisi Untuk Ibu Tercinta
- Puisi Cinta dan Cita Terdampar
- PUISI RENUNGAN KISAH SEMUT DAN BATU
- PUISI BERSERAKAN
- PUISI MEMBACA BAHASA SUNYI
- Puisi Cinta Untuk Negeriku Indonesia
- Puisi iPhone 5 Punya Saya
- 3 Puisi Cinta Rindu Sedih
- Mengapa Hanya Kau Beri Luka! Bacalah,
- Layu Setangkai Mawar Cidera
- 3 Puisi Perpisahan Romantis
- Privacy Policy for www.puisina.blogspot.com
- Bagai gema-gema panjang yang berhimpun
- Betapapun juga: ia itu abadi
- Masa yang penuh gairah
- SURAT - SURAT CINTA By; Isbedy Stiawan ZS
Advertisement
Advertisement