Mentari selalu adil membagi sinarnya
Menerangi adam dan hawa
Namun mengapa hanya adam saja
Yang mampu bangkit dalam cahayanya
Apa yang tersembunyi dalam hati
Ia tumbuh bagai bunga mati
Di tengah-tengah budaya patriarkhi
Hak-haknya telah dicuri
Hari-harinya rindu akan kesetaraan
Rindunya ia labuhkan pada kesejajaran
Segala tempa ia jadikan sandaran
Agar kelak ia bisa memimpin jalan
Kau mengawali revolusi dengan langkah mulia
Kau sumbangkan ide yang mampu mendobrak dunia
Hati dan tanganmu penuh goresan cita
Menyambung hari esuk yang belum terbuka
Kau seperti angin yang tak pernah diam tak pernah berhenti
Bergerak untuk sebuah eksistensi
Kau adalah bunga yang dicerdaskan oleh IIlahi
Diutus memajukan derajat wanita pribumi
Jasamu yang mulia
Membangkitkan benih keberanian pada wanita
Mengobarkan api dalam dadanya
Menjemput emansipasi dan segala haknya
Oh Raden ajeng Kartini. . . . . . . .
Kau ubah kerapuhan menjadi keteguhan
Derita dalam mata tak lagi ada
Kamipun siap untuk memimpin jalan