Syair cinta, bercerita tentang penderitaan hati akan kesibukannya
dengan cinta. Syair dalam bahasa arab yang digubah oleh imam Busyiri
dan diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia. Sangat menghibur jika
dibaca.
Cinta Sang Kekasih
Apakah karena Mengingat Para kekasih
Kau campurkan air mata di pipimu dengan darah
Ataukah karena angin berhembus dari arah mata angin
Dan kilat berkilau di lembah gelap dalam gulita malam
Mengapa bila kau tahan air matamu
Ia tetap basah
Mengapa bila kau sadarkan hatimu
Ia tetap gelisah
Apakah sang kekasih kira
Bahwa tersembunyi cintanya
Diantara air mata yang mengucur
Dan hati yang bergelora
Jika bukan karena cinta
Takkan kau tangisi puing rumahnya
Takkan kau bergadang
Untuk ingat pohon kenangan
Dapatkah kau pungkiri cinta
Sedang air mata dan derita,
Telah bersaksi atas cintamu
Dengan jujur tanpa dusta
Kesedihanmu timbulkan dua garis
Tangis dan kurus lemah
Bagaikan bunga kuning
Di kedua pipi dan mawar merah
Memang terlintas dirinya
Dalam mimpi hingga kuterjaga
Tak hentinya cinta
Merindangi kenikmatan dengan derita
Maafku untukmu
Wahai para pencaci gelora cintaku
Seandainya kau bersikap adil
Takkan kau cela aku
Kini kau tahu keadaanku
Pendusta pun tahu rahasiaku
Padahal tidak juga kunjung sembuh penyakitku
Begitu tulus nasihatmu
Tapi tak kudengar semuanya
Karena untuk para pencaci
Sang pecinta tuli telinganya
Aku kira ubanku pun turut mencelaku
Padahal ubanku pastilah tulus memperingatkanku
(Terjemah Qasidah Burdah 1, dengan sedikit perubahan istilah oleh
pengutip dari puisina, guna memudahkan pemahaman reader)
dengan cinta. Syair dalam bahasa arab yang digubah oleh imam Busyiri
dan diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia. Sangat menghibur jika
dibaca.
Cinta Sang Kekasih
Apakah karena Mengingat Para kekasih
Kau campurkan air mata di pipimu dengan darah
Ataukah karena angin berhembus dari arah mata angin
Dan kilat berkilau di lembah gelap dalam gulita malam
Mengapa bila kau tahan air matamu
Ia tetap basah
Mengapa bila kau sadarkan hatimu
Ia tetap gelisah
Apakah sang kekasih kira
Bahwa tersembunyi cintanya
Diantara air mata yang mengucur
Dan hati yang bergelora
Jika bukan karena cinta
Takkan kau tangisi puing rumahnya
Takkan kau bergadang
Untuk ingat pohon kenangan
Dapatkah kau pungkiri cinta
Sedang air mata dan derita,
Telah bersaksi atas cintamu
Dengan jujur tanpa dusta
Kesedihanmu timbulkan dua garis
Tangis dan kurus lemah
Bagaikan bunga kuning
Di kedua pipi dan mawar merah
Memang terlintas dirinya
Dalam mimpi hingga kuterjaga
Tak hentinya cinta
Merindangi kenikmatan dengan derita
Maafku untukmu
Wahai para pencaci gelora cintaku
Seandainya kau bersikap adil
Takkan kau cela aku
Kini kau tahu keadaanku
Pendusta pun tahu rahasiaku
Padahal tidak juga kunjung sembuh penyakitku
Begitu tulus nasihatmu
Tapi tak kudengar semuanya
Karena untuk para pencaci
Sang pecinta tuli telinganya
Aku kira ubanku pun turut mencelaku
Padahal ubanku pastilah tulus memperingatkanku
(Terjemah Qasidah Burdah 1, dengan sedikit perubahan istilah oleh
pengutip dari puisina, guna memudahkan pemahaman reader)
Advertisement
Advertisement